LEGENDA LANANG KUASO SANG RAJO SETAN (Asal Mula Desa Payaraman)


Dahulu kala, kira-kira tahun 1800 M, di sebuah daerah  bernama Penesak, yang masih berupa hutan belantara, ada sebuah dusun kecil yang belum mempunyai nama. Dusun itu dipimpin oleh seorang laki-laki  berjuluk Lanang kuaso atau Sang Rajo Setan yang konon berasal dari daerah Pariaman (Sumatera Barat).
Lanang Kuaso atau Sang Rajo Setan adalah seorang pemimpin yang sangat disegani dan dihormati oleh warganya, karena sifatnya yang bijaksana dan adil dalam kepemimpinannya serta memiliki ilmu kesaktian yang sangat tinggi. Ia memiliki ilmu yang dapat menghilangkan diri dan mampu bersembunyi di balik sehelai daun. Karena kesaktiannya itulah ia dijuluki Lanang Kuaso sang Rajo Setan, yaitu laki-laki  berkuasa yang mempunyai kekuatan sakti laksana raja setan.
Suatu hari, ketika ia sedang mengembara bersama beberapa orang warganya ke sebuah kerajaan  yang bernama Lampung, ia bertemu dengan seorang gadis  yang cantik jelita, melihat kecantikan gadis itu Lanang kuaso seketika langsung jatuh hati. Ia bermaksud memperistri gadis itu, ternyata gadis yang ia temui itu adalah puteri seorang raja yang saat itu berkuasa di daerah Lampung. Raja itu bernama Raja Lampong. Sekembalinya Lanang Kuaso dari Lampung, ia mengirim seorang utusannya menemui Raja Lampong dengan maksud hendak meminang sang puteri tadi, namun sayang, niat hati Lanang Kuaso  tersebut tidak mendapat restu dari Raja Lampong. Ia menolak lamaran Lanang Kuaso atas diri puterinya. Karena telah telanjur cinta kepada sang puteri, akhirnya Lanang Kuaso membawa lari sang puteri dan dibawa ke dusunnya di daerah Penesak. Lalu sang puteri diperistri oleh Lanang Kuaso.
Mengetahui puterinya dibawa kabur oleh Lanang Kuaso, Maka Raja Lampongpun murka, ia nekad membawa pasukan dalam jumlah besar untuk menyerang Lanang Kuaso dan merebut kembali puterinya yang diculik. Selama di perjalanan menuju tempat Lanang Kuaso, Raja Lampong mendapat banyak informasi dari warga yang ditemuinya tentang diri lanang Kuaso. Diketahui bahwa Lanang Kuaso adalah seorang yang sakti mandraguna, kekuatannya sulit dijajagi dan tak mudah dikalahkan. Mendengar hal tersebut, Raja Lampong agak sedikit terpengaruh dan gentar, Karena itu ia meminta bantuan tambahan pasukan dari kerajaan Lampung untuk menghadapi Sang Rajo Setan.
Di pihak lain, Lanang Kuaso Sang Rajo Setan juga telah mendengar kabar dari warganya bahwa Raja Lampong beserta pasukannya yang sangat besar tengah menuju perkampungan untuk menyerangnya . Ia maklum atas maksud kedatangan Raja Lampong tersebut, tidak lain karena marah atas ulahnya menculik sang puteri raja. Maka iapun mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Raja Lampong yang menurut kabar berjumlah sangat besar. Lanang Kuaso sadar  jumlah pasukan yang dimilikinya sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan pasukan Raja Lampong, jika berhadapan langsung pastilah Lanang Kuaso beserta pasukannya dengan mudah dapat dikalahkan, apalagi ia tahu kalau Raja Lampong adalah raja yang memiliki kesaktian yang tinggi. Karena itulah Lanang Kuaso akhirnya mengumpulkan warganya guna menyusun siasat untuk mengelabui Raja Lampong agar dapat dikalahkan.
Lanang Kuaso menyuruh warganya membuat sebuah buay kupek dari kain seukuran orang dewasa. Ayunan itu digantungkan di ujung rumpun Buluh Dabuk yang berukuran sangat besar dan tinggi berada di pangkal masuk dusun. Di buay tadi diberi tali panjang terbuat dari anyaman resam, sehingga ujung tali itu menjulai ke tanah. Setelah itu Lanang Kuaso membedaki sekujur wajah dan tubuhnya dengan pupor selong lalu menyuruh warganya membedongi dirinya layaknya seorang bayi. Kemudian ia dimasukkan ke dalam buay tadi dan diperintahkanlah seorang wanita paruh baya untuk mengayun buay tersebut sambil berembai. Sedangkan warga yang lain disuruhnya bersembunyi sambil membawa senjata masing-masing.
Tak lama kemudian tibalah Raja Lampong beserta pasukannya di pangkal dusun tempat kediaman Lanang kuaso. Dengan penuh kemarahan Raja Lampong menantang Lanang Kuaso untuk beradu tanding dengan dirinya, sekaligus menyerahkan puterinya yang telah diculik. Namun, tak seperti yang dibayangkan oleh Raja Lampong, keadaan dusun Lanang Kuaso sangat lengang tak seorangpun terlihat. Raja Lampong sontak tertegun bingung, lalu ia mengajak pasukannya masuk ke dalam dusun, akan tetapi keadaan di dalam dusunpun tak berbeda dengan keadaan di pangkal dusun tadi. Raja Lampong kembali berteriak menantang Lanang Kuaso agar keluar dan bertempur mati-matian dengan dirinya. Ditunggu sekian lama tetap tak ada tanda-tanda kehidupan di tempat itu, akhirnya Raja Lampong menjadi kesal bercampur geram, ia menyangka kalau Lanang Kuaso ketakutan mendengar kedatangannya lalu kabur melarikan diri. Berfikir sampai kesitu, akhirnya Raja Lampong menyuruh pasukannya untuk membakar habis dusun Lanang kuaso itu, namun, belum sempat terlaksana, sayup-sayup dari arah pangkal dusun dimana tadi mereka datang, terdengar suara seorang perempuan yang tengah bersenandung kecil sembari ditingkahi oleh suara tangis bayi. Raja Lampong beserta pasukannya menjadi heran, di tengah-tengah hutan begini rupa ada perempuan bernyanyi, lebih heran lagi ketika mereka mengetahui kalau nyanyian yang disenandungkan oleh perempuan itu adalah nyanyian seorang ibu untuk menidurkan anaknya. Karena heran bercampur penasaran, akhirnya Raja Lampong memerintahkan pasukannya kembali ke pangkal dusun untuk melihat kejadian aneh tersebut.
Setibanya di pangkal dusun tadi, Raja Lampong dan pasukannya melihat satu pemandangan aneh, betapa tidak, di situ di bawah rumpun Buluh Dabuk yang sangat besar dan tinggi, mereka melihat seorang perempuan paruh baya sedang menarik-narik seutas tali yang ketika dilihat keatas ternyata tersambung pada sebuah ayunan kain. Buay itu tergantung di ujung sebuah bambu yang terus bergerak-gerak karena ditarik si perempuan tadi. Sambil terkantuk-kantuk mulut si perempuan itu tak lepas berembai. Melihat kejadian ini Raja lampong dan pasukannya bertambah heran, apa yang sedang dilakukan perempuan itu? Dari mulutnya jelas-jelas terdengar kalau ia sedang bersenandung menidurkan bayi, tapi mana bayinya…? Lalu ayunan besar yang tergantung di ujung Buluh Dabuk yang tinggi itu berisi apakah…?? Tak habis fikir, akhirnya Raja Lampong menegur perempuan itu: “ Hey…perempuan tua…apa yang sedang kau lakukan di bawah situ…??”. Perlahan-lahan perempuan yang tengah berembai itu menghentikan nyanyiannya, ia membuka matanya dan sedikit terkejut melihat banyak orang dihadapannya saat itu. “Aku sedang menidurkan bayi…Ssttt…!! kuharap kalian jangan ribut, nanti ia terbangun…!!”. Mendengar jawaban perempuan itu Raja Lampong memicingkan mata. Bayi…?? Berarti ayunan besar yang tergantung di ujung Buluh Dabuk itu berisi bayi?? Tapi…,, mana mungkin….??”. Penasaran Raja Lampong bertanya lagi: “ Bayi…?? Bayi siapa…?? Mana ada bayi sebesar itu…??”. Perempuan itu memandang pada raja Lampong seraya berkata: “ Ini adalah bayi Lanang Kuaso Sang Rajo Setan…!!!”. Berdebar hati Raja Lampong mendengar ucapan perempuan itu, tiba-tiba hatinya merasa tidak enak. Merasa dipermainkan ia berkata dengan keras : ”Hey..kau perempuan tua!! Jangan berani kau mempermainkan aku…Kau tau sedang berhadapan dengan siapa…?? Aku Raja Lampong tidak percaya dengan ucapanmu. Saat ini juga kuperintahkan kau untuk menurunkan ayunan itu. Aku tidak segan-segan membunuhmu sekaligus bayi itu kalau kau berani mempermainkan aku…!! Ayo turunkan..!!!”. Suara Raja Lampong menggelegar keras di seantero dusun Lanang Kuaso, tanah yang dipijak serasa bergetar,  daun-daun luruh berguguran. Hal ini menandakan kalau Raja Lampong tengah marah besar. Perempuan yang berada dihadapan Raja lampong tersentak kaget, sampai-sampai tali ayunan yang sedang dipegangnya terlepas dari genggaman, sontak ayunan yang tergantung di ujung buluh dabuk di atas sana bergerak keras dan tiba-tiba meledaklah suara tangisan bayi dari dalam ayunan itu seolah hendak memecahkan gendang telinga, tangisan itu semakin keras, bahkan mengalahkan getaran yang dibuat oleh bentakan Raja Lampong tadi. Raja Lampong dan pasukannya tersentak kaget mendengar tangisan bayi yang seolah tak mau berhenti itu, ditambah lagi  ayunan di atas sana berguncang semakin keras. Karena tidak tahan oleh suara tangis bayi itu, akhirnya Raja Lampong memerintahkan anak buahnya untuk menurunkan ayunan yang tergantung di buluh dabuk itu. Dengan paksa akhirnya ayunan besar itu diturunkan ke tanah, ketika di buka terbelalaklah semua mata orang yang berada di  situ, betapa tidak…di dalam ayunan besar yang terbuat dari kain itu, mereka melihat sesosok bayi yang luar biasa besarnya tengah menjerit-jerit dan melejang-lejangkan kakinya, sekujur muka dan tubuh bayi itu bercelemongan pupor selong berwarna putih. Sungguh..!! seumur hidup baru kali ini Raja Lampong dan pasukannya melihat bayi sebegini besarnya.(Mereka tidak tahu kalau bayi raksasa yang berada di dalam buay itu adalah Lanang Kuaso sendiri yang didandani seperti layaknya seorang bayi). Mereka berfikir: “Bayinya saja sebesar ini, bagaimana bapaknya… Sebesar apakah tubuh si Lanang Kuaso Sang Rajo Setan Itu?? Mereka tak dapat membayangkan betapa besar-besarnya ukuran tubuh orang-orang di  dusun ini…?? Seketika tengkuk orang-orang Lampong ini merinding, Begitu pula dengan Raja Lampong, ia bergidik ngeri jika harus membayangkan berhadapan langsung dan bertempur dengan Lanang Kuaso. Ia memang belum pernah bertemu langsung dengan Sang Rajo Setan itu,, yang ia tahu hanyalah kesaktiannya yang luar biasa serta kehebatan yang dimilikinya, ia tidak pernah tahu kalau tubuh Lanang Kuaso itu berukuran sangat besar. Raksasakah Lanang Kuaso itu….???? Memikir sampai disitu, tanpa banyak omong lagi Raja Lampong beserta pasukannya lari tunggang langgang ketakutan. Mereka tidak mau mati percuma dengan menantang Lanang Kuaso. Lebih baik lari menyelamatkan diri. Namun, belum sempat mereka keluar dari dusun, tiba-tiba dari balik semak-semak belukar berloncatanlah puluhan orang dengan menghunus senjata di tangan mereka. Akhirnya pertempuran tak terelakkan lagi antara pasukan Raja Lampong dengan pasukan Lanang Kuaso. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak, sedangkan yang berhasil menyelamatkan diri lari kembali ke Lampung. Dalam pertempuran itu pula Raja Lampong akhirnya mati terbunuh dengan kondisi kepala dan tubuh terputus.
Oleh Lanang Kuaso, mayat Raja Lampong (Kepala dan tubuh yang putus tadi) dibawa ke hulu dusun tepatnya di sebuah Payo yang banyak ditumbuhi pohon Raman. Mayat Raja Lampong tadi diletakkan di aliran air payo selama semalam supaya sisa-sisa kesaktian Raja Lampong hilang dibawa arus air itu.
Namun esoknya, warga dusun Lanang Kuaso gempar. Ternyata kepala dan tubuh Raja Lampong yang putus kemarin, bertaut kembali. Ternyata sisa-sisa kesaktian Raja lampong belum hilang. Lanang Kuaso menjadi gusar. Lalu kepala dan tubuh Raja Lampong dipotong lagi dan diletakkan kembali di aliran air payo seperti kemarin. Namun esoknya kejadian itu terulang lagi. Kepala dan tubuh itu bertaut kembali. Dipotong lagi, bertaut kembali. Peristiwa putus dan bertautnya kepala dan tubuh Raja Lampong itu terjadi selama tiga hari berturut-turut.
Untuk mencegah berulangnya kejadian itu, akhirnya Lanang Kuaso mencari seekor kera, lalu dipenggalnyalah kepala kera itu sehingga terpisah dari badannya. Ia menyuruh warganya untuk membuat dua buah lobang kuburan di Keleqo. Lanang Kuaso bermaksud memeram Raja Lampong dengan kera dalam dua buah lobang kuburan tadi, yaitu dengan cara: tubuhnya dipasangkan dengan kepala kera, sedangkan kepalanya dipasangkan dengan tubuh kera (ditukar). Lalu masing-masing diperamkan selama semalam.
Keesokan harinya, ternyata kejadian putus-nyambung dahulu tidak terjadi lagi. Malah keadaan peraman itu membusuk. Melihat kejadian itu barulah kedua buah lobang kuburan tersebut ditimbun dengan tanah.
Semenjak kejadian itulah dusun yang ditempati oleh Lanang Kuaso beserta warganya yang semula tidak bernama dikenal dengan nama Dusun Peraman, yang diambil dari peristiwa peraman kepala dan tubuh Raja Lampong oleh Lanang Kuaso. Lambat laun seiring waktu kata Peraman berubah menjadi P-Raman atau Payoraman, sebab peraman tersebut berada di dekat Payo yang berada di hulu dusun. Dan seiring dengan kemerdekaan Republik Indonesia, diresmikanlah nama dusun P-Raman atau Payoraman itu menjadi Payaraman sampai sekarang.

Payaraman, 25 April 2009
Disarikan dari berbagai sumber
Oleh Ena Warna Arham, S. Sos. I


Daftar Kata:
1.
Berembai
:
Bersenandung kecil untuk menidurkan anak kecil
2.
Buai
:
Ayunan terbuat dari kain
3.
Bulu Dabuk
:
Sejenis bambu besar dengan kulit tebal
4.
Kupek
:
Bayi
5.
Keleqo
:
Tempat pemakaman
6.
Memeram
:
Menyembunyikan sesuatu di dalam tanah
7.
Membedong
:
Menyelimuti bayi dengan kain  dan ujung kain diikat berbentuk simpul
8.
Penesak
:
Nama Suku di daerah Meranjat dan sekitarnya
9.
Peraman
:
Sesuatu yang disembunyikan di dalam tanah
10.
Pupur Selong
:
Sejenis bedak putih keras yang diasah di batu dan dicampur dengan sedikit air
11.
Resam
:
Sejenis tanaman pakis